Pages

Rabu, 09 Februari 2011

Mencari Pengalaman Lewat Bimbel


Pada tulisan sebelumnya, dijabarkan mengenai kegiatan Bimbingan Belajar (Bimbel) secara umum, kali ini kita berkenalan dengan dua orang mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Progdi PGSD) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang ikut menjadi pengajar. Keduanya mengaku bahwa lewat kegitan tersebut mereka dapat “menyelam sambil minum air”.


Sosok pertama adalah Novita Ayu Rahmawati, atau akrab dipanggil Novi. Mahasiswa PGSD anggkatan 2010 ini berasal dari Blora, Jawa Tengah. Saat ditemui di sela-sela kegiatan evaluasi Bimbel, dara ayu berkerudung hitam tersebut tertarik mengikuti kegiatan di Dusun Kembang untuk menimba pengalaman mengajar anak-anak sekolah dasar. “Bimbel manjadi ajang refleksi bagi saya, apakah saya nanti mampu menjadi seorang calon guru”, ucap Novi saat diwawancarai oleh Abdi Rochman, Minggu (6/2).

Bagi Novi, pengalaman berinteraksi dengan anak-anak sekolah dasar dalam kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler telah jua ia dapat di tempat asalnya. Pasalnya, Sang Ibu juga penggiat semacam Bimbel di Blora.

Selain mencari pengalaman mengajar, Novi tidak menampik bahwa kegiatan Bimbel juga memberikan kesempatan baginya untuk menambah teman-teman baru.


Pengajar kedua yang sempat ditemui adalah Sugiyanto. Laki-laki asal Purwodadi itu, masuk PGSD sejak tahun 2009 yang lalu. Para sahabat Sugiyanto menyebut sosoknya sebagai pendiam, namun saat turun mengajar anak-anak di Dusun Ploso, Sugiyanto mampu berbaur dengan anak-anak.

Saat ditanya tentang manfaat yang ia dapatkan dari kegiatan Bimbel, Sugiyanto berkata, “Saya ingin mengetahui tentang perkembangan anak”. Sama seperti Novi, Sugianto juga menggunakan kegiatan Bimbel untuk belajar berorganisasi dan sebagai sarana untuk mengenal teman-teman PGSD lainnya.

Kendala

Baik Novi dan Sugiyanto mengakui bahwa diawal kegiatan, mereka masih mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan anak-anak bimbingannya. Ada semacam rasa kaku dan canggung, karena mereka mengalami kendala baik dari internal maupun eksternal.

Secara internal, keduanya pada awalnya sulit menanamkan motivasi mengajar dalam diri mereka sendiri. Faktor eksternal (dari para anak), juga menjadi kendala tersendiri. “Anak-anak lebih suka mengerjakan soal ketimbang mendengarkan materi-materi yang diberikan pengajar Bimbel,” ujar Sugiyanto.

Dengan berjalannya waktu dan kesabaran para pengajar, kendala-kendala tersebut dapat dihilangkan. Kini, para pengajar dan anak-anak didiknya semakin akrab, layaknya kakak dan adik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar